“Apa kau yakin ia kehilangan ingatannya?”
ucap seorang pria bertubuh tegap berseragam hijau kepada pria yang tubuhnya
tertutup kegelapan jeruji besi didepannya.
“Aku yakin sekali” Tegas pria dibalik jeruji itu.
Pria berseragam hijau itu tersenyum, “kalau begitu aku akan mengabulkan
keinginanmu” ucapnya.
Pria berseragam itu berbisik sesuatu lalu bergegas keluar, suara caci-maki
terdengar tiap kali ia melewati ruangan penjara yang berpenghuni, sesampainya
diluar ia menuju meja dimana dua orang berseragam lainnya sedang mengobrol,
kedua orang itu terliahat kaget dan menghormat, “habisi” ucap pria berseragam
hijau sebelumnya, kedua orang itu menganguk dan berlari menuju ruang tahanan.
Pria berseragam hijau itu tertawa penuh kemenangan, ia berjalan menuju Porsche
Carrera 911 kesayangannya, “Black” begitulah nama yang tertulis di papan yang
terpasang didada kanannya, lencana-lencana dan berbagai penghargaan di baju
hijau kebanggaannya begitu serasa menyala saat ia menaiki mobil “cantik” itu
fikirnya.
Black berhenti Rumah sakit As’syifa, ia langsung menuju ke kamar no 4 di ruang
VIV, 2 orang berseragam polisi terlihat sedang menjaga pintu kamar itu, mereka
menghormat ketika black datang, Black mengangukan kepala dan masuk kedalam
ruangan.
Didalam kamar hanya ada seorang pemuda yang terlihat begitu kebingungan, saat
black mendekat pemuda itu terus menatapnya, Black tersenyum penuh kemenangan.
“kau siapa?” tanya sang pemuda.
“Aku Black, Jendral divisi angkatan darat negara, apa kau lupa Akram?”
Pemuda yang dipanggil Akram itu memegangi wajahnya, “entahlah, aku lupa
semuanya, yang kuingat hampir dua tahun ini aku tinggal dengan sebuah keluarga
dan diberi nama April.”
Black tersenyum, ia mengambil sebuah bungkusan dari tasnya, “ini milikmu kan.”
Akram membuka bungkusan itu, seperti yang ia fikirkan isinya sebuah pistol emas
dan pisau perak berkarat, Akram menunduk menatap pilu, “apa ini benar milikku?.”
“Bukankah itu senjata kebangganmu?”
“kebanggaan”, Akram memekik, “pistol tak berpeluru dan pisau berkarat, apa yang
bisa ku perbuat dengan beda begini!”, Tangan akram Terangkat dan memegangi
kerah Black “sebenarnya aku ini siapa?, kalau memang aku perwira
kepolisian seperti yang dikatakan orang yang datang kemari sebelumnya, lalu
kenapa aku hanya punya benda yang bahkan tak dapat menolong orang yang
kusayangi?, kenapa aku begitu ketakutan saat itu?, kenapa aku begitu lemah?,
kenapa sedikitpun aku tak bisa mengingatnya?!”
Suasana hening sejenak, dua orang polisi yang berjaga bergegas masuk karena mendengar
teriakan Akram, Akram masih tak melepaskan tangannya dari kerah baju Black, air
mata mulai mengalir ke pipinya, tangannya gemetaran, kakinya yang masih begitu
lemas tak mampu menahan berat tubuhnya, ia terjatuh dan meratap di lantai.
Black memegangi bahu Akram, “ aku tak tahu
apa yang telah kau alami, kau hanya perlu mencoba lebih mengingatnya lagi,
kemampuanmu pasti akan kembali, tapi lebih daripada itu keluargamu pasti ingin
bertemu denganmu.”
Akram memandangi wajah Black “ke-lua-arg-a-ku?” ucapnya terbata-bata.
“tentu saja , kau masih memiliki seorang ayah, ibu dan Yella.”
. . . .”Yella?, dia . . .”
“Adikmu”
“adik?”
Akram membereskan beberapa barangnya dan bergegas menuruni tangga untuk
mencapai lantai dasar, sepasang suami istri dan seorang gadis remaja tersenyum
saat ia sampai, Black mengangguk saat Akram menatapnya.
Ayah, Ibu maupun Adik akram langsung memeluknya saat ia mendekat, entah
perasaan apa yang ia rasakan saat ini, senang ataupun sedih. Meski ia tak
mengingat apapun, tapi ia merasakan kehangatan saat dipeluk dan disambut dengan
isak tangis yang mereka sebut “keluarga”. Ia terlalu lelah, terlalu lelah untuk membandingkan apa ini nyata atau palsu, benar atau bohong, atau ia yang saat ini hanya ingin percaya.
0 comments:
Post a Comment