Tiba-tiba saja kusadari telah berlari dengan kelelahan dan nafas terengah-engah di
lorong sempit yang gelap, yang aku tidak mengerti sebenarnya aku ini lari dari apa?, kenapa aku
berlari?, apa yang sebenarnya mengejarku?, namun aku tahu pasti, aku harus lari agar bertahan hidup agar selamat.
Langkahku semakin berat dan melambat karena kelelahan, akhirnya aku tiba diujung
lorong itu, cahaya dari arah depan menyilaukan mata dan membuatku terjatuh, mengaduh kesakitan. Aku membuka
mata ketika seekor kupu-kupu hitam baru saja muncul dari lorong, apa ia yang mengejarku, kenapa
aku begitu takut??, kupu-kupu hitam itu mendekatiku, ia berubah menjadi besar, mulutnya gerak kekanan-kekiri komat-kamit seakan ingin menelanku bulat-bulat. Aku membuka mulut mencoba berteriak, namun satu katapun tak mau keluar, mulutku seperti disumpal gumpalan kain yang besar.
Kurasakan keringat mengucur hampir dari seluruh bagian tubuhku, butuh waktu beberapa detik bagiku untuk menyadari kalau aku baru saja terbangun dari mimpi buruk. Aku melirik
pria tua yang saat ini memandangiku dengan aneh, pak tua itu lebih mendekat
seakan mencoba melihat isi hatiku "bagaimana kau bisa terdampar di hulu
sungai?", ucap pria tua itu.
Seorang gadis yang terlihat agak ceroboh dan canggung muncul dari balik dengan
membawa nampan berisi gelas dan mangkuk, "kakek!, jangan banyak tanya dulu
dong, dia kan baru sadar" gadis itu mendekatiku dan sambil menyodorkan mangkuk "kau
harus makan bubur ini agar cepat sembuh."
Gadis itu menyuapiku dengan penuh perasaan aku tak ambil pusing meski tak
mengenalnya, kebaikannya membuat hatiku begitu tentram.
setelah bubur di mangkuk itu habis sang gadis tersenyum, ia mulai menanyakan
pertnyaan yang tadi dilontarkan oleh pak tua.
Aku meneguk gelas di air sampai habis sambil mengingat2 jawaban yang seharusnya
aku berikan, tapi saat aku mencarinya kememori yang terdalam pun aku tak menemukannya,
"aku siapa?" aku bergumam sambil memukul2 kepalaku, gadis tu berusaha
menenangkanku, setelah itu ia berlari keluar ruangan sambil berteriak memanggil
kakeknya.
Beberapa menit kemudian sang gadis kembali dengan pak tua dan seseorang yang
berpakaian serba putih, dari stetoskop yang ia pakai aku tahu ia seorang
dokter, ia mengatakan mungkin benturan keras dikepalaku yang menyebabkan aku
amnesia.
setelah hari itu aku tinggal bersama kedua orang yang menolongku itu, meski tak
mengenalku mereka memperlakukanku dengan baik, Evi gadis yang menolongku itu
hanya memiliki seorang kakek, sehingga ia kehadiranku seperti memberi
kehangatan lain untuknya.
Sudah setahun lebih berlalu saat ini aku
membantu Kakek Evi di ladang sementara Evi bersekolah, identitasku dirahasiahkan, atau mungkin karna aku memang tidak tahu, namun
semua orang mengenalku dengan sebutan April, saudara sepupu Evi dari kota.
Kebohongan itu dibuat Evi agar warga tak cemas dengan kehadiran orang asing
sepertiku, nama April seenaknya diberikan Evi padaku hanya karena aku ditemukan
dibulan itu, padahal sudah ku protes karena mirip dengan nama anak perempuan.
Kadang aku memikirkan lagi semuanya, disini begitu hangat, mungkin ada baiknya
jika ingatanku tak pernah kembali, karena saat itu terjadi mungkin aku malah
kan meninggalkan mereka. Itu yang aku percaya, tanpa tahu, kalau kejadian kelam berikutnya akan segera datang, masih banyak badai setelah lautan tenang.
Malam itu baru saja memejamkan mata kakek memanggiku, aku keluar dari kamar,
suara di luar begitu bising, seperti orang lari dengan kepanikan luar biasa. "ada apa kek" tanyaku.
Kakek memberikan sebuah bungkusan padaku dengan wajah ketakutan, "kau
harus segera pergi dari sini!, desa sebelah sedang diserang oleh grombolan
pencuri dan pembunuh, mungkin mereka juga akan kemari, oh ia isi bungkusan itu
adalah benda yang kau bawa saat kutemukan, mungkin bisa menjadi petunjuk
ingatan masa lalumu."
"Tapi bagaimana dengan kalian" ucapku.
"Cepat pergi!!!, tempat ini satu-satunya tempat tinggal kami." Evi
memekik.
melihat mereka aku benar-benar kebingungan, aku berlari sesuai petunjuk mereka
lewat pintu belakang, dari kejauhan aku melihat kakek dan evi keluar sambil
membawa alat pukul seadanya.
Setelah berlari cukup jauh akhirnya mataku
terbuka, apa yang kupikirkan?, kenapa aku harus lari?, aku menghentikan
langkahku dan bergegas kembali ke desa, desa yang selama ini telah memberiku
kehidupan selama satu tahun lebih, juga desa dimana aku mendapatkan
"keluargaku" yang baru, desa itu juga desaku.
akhirnya aku tiba di tempat yang baru saja ku tinggalkan, tapi tempat itu kini
bak di telan oleh angin topan yang dahsyat, begitu hancur, aku berlari
kereruntuhan rumah kakek dan evi, mencoba mencari mereka sambil berharap dapat
menemukannya dalam keadaan hidup.
Dibalik reruntuhan batu aku melihat tangan yang terhimpit, dari kain yang
terlihat aku yakin kalau itu kakek, aku berlari kearahnya dan menggeser batu
itu sekuat tenaga.
"syukurlah kek, apa kau.... akh..." bukan, itu bukan kakek, itu hanya
tangan tanpa tubuh yang berlumuran darah, tubuhku jatuh karena lemas, aku
memandangi benda mengerikan itu, apa yang sebenarnya terjadi?.
aku berlari ke berbagai tempat mencoba mencari Evi, dari arah lapangan
terdengar suara bising, mungkinkah Evi disana?.
sesampainya dilapangan bukan hanya Evi yang kutemukan tapi juga orang-orang
gila yang sedang bermandikan darah para penduduk desa, mereka melihatku dengan
tatapan mengerikan seperti binatang buas yang kelaparan.
Evi meneriakiku untuk pergi, tapi aku terlanjur dilihat mereka, tubuhku juga
kaku, bungkusan ditanganku jatuh disusul badanku, seorang pria besar mendekatiku
"biarkan saja dia" ucap seorang pria yang memakai topeng diwajahnya,
"dia sudah terlambat untuk dikorbankan, darahnya hanya akan merusak
upacara pengorbanan" tambahnya.
Pria bertubuh besar itu meninggalkanku, aku melirik kearah Evi yang terikat
bersama beberapa warga lainya yang masih hidup, seorang warga ditarik oleh pria
besar yang terus menjulurkan lidahnya membunuhnya dan melemparkan mayatnya pada
tumpukan mayat sebelumnya.
seorang pria yang begitu besar bak raksasa berjalan mendekati mayat-mayat itu,
"kakak aku lapar" ucapnya.
"kau boleh memakan semuanya" ucap sang pria bertopeng.
Air liur yang menetes-netes dari pria gendut itu benar-benar menjijikan, satu
demi satu ia memakan mayat-mayat itu, benar-benar mengerikan, mereka itu....
bukan manusia.
Perutku terasa mual melihat semua ini, bungkusan didepanku terbuka karena
angin, didalamnya terdapat sebuah pistol emas dan pisau perak berkarat, apa
benar ini milikku?, apa aku bisa menggunakan benda ini?.
Wajah Evi terlihat begitu ketakutan, hal yang paling ku takutkan terjadi, evi
dtarik ketengah lapangan, "April lari!!!!" teriaknya.
ia masih memikirkanku disaat begini?. tapi aku malah lari, apa yang ku
fikirkan?, aku mengambil pistol, mengarahkan pada monster-moster keji itu dan
"....?"
aku telah menarik pelakuknya?, namun tak ada satupun peluru yang keluar,
"kosong?" hantaman keras menimpaku dari belakang "mengagetkan
saja" ucap pria dibelakangku.
meski tubuhku roboh karena pria itu, meski mataku tertutup aku masih sadar saat
pria yang juga memukulku menginjak-nginjak tubuhku, aku juga masih dapat
mendengar suara pria bertopeng yang menyuruh pria yang memukulku berhenti,
namun dari tadi sebenarnya aku mencari2 suaranya, kenapa aku tak dapat
mendengarnya?, mendadak kepalaku pusing, rasanya semakin sunyi, aku mulai tak
mendengar apapun dan mengantuk.
0 comments:
Post a Comment