Selamat datang di abeladeline.blogspot.com, blog ini baru saja selesai dibagun tanggal 23 february 2015, masih belum banyak cerita yang dapat dibaca disini, masih banyak kekurangan, jadi mohon untuk segala komentar membangunnya, terimakasih

Monday, February 23, 2015

Kupu-kupu hitam Bagian 4 - Black Butterfly

Akram sedang mengisi berkas-berkas laporan atas kasus yang baru ia selesaikan dalam ruangannya, beberapa file lama yang berisi kasus kekerasan ia pisahkan dan menyusunnya di rak, ia terdiam sejenak menatap file-file itu, memikirkan bagaimana seorang manusia dapat melakukan hal-hal buruk demi memuaskan nafsu atau pun mendapatkan sesuatu, padahal dengan melakukan itu, ia akan kehilangan hal lain yang jauh lebih berharga, apa mereka tak pernah memikirkannya?.

Fikiran Akram tenggelam lebih jauh lagi dan mengingat hal buruk yang telah merenggut nyawa kedua orang yang sudah menjadi bagian keluarganya selama satu tahun lebih, sekali lagi ia merasa bersalah tak dapat menyelamatkan mereka, “sebenarnya apa yang mereka dapatkan dari membunuh?.”
Telepon diruangan Akram berdering, “Halo Akram” Ucap suara dibalik telepon itu.

“Oh, Black, ah maksudku . . . Jendral.”

“ tak perlu formal begitu Akram, Aku hanya ingin mengucapkan selamat atas kasus yang baru kau selesaikan.”

“Langsung saja, tak perlu basa-basi.”

“hahahaha, ketahuan ya, Akram apa kau tahu soal Black Buterfly?”

Akram melirik koran pagi yang sudah selesai dibacanya, “ah, pembunuh itu ya, jadi kau mau menyuruhku menangkapnya.”

“Aku sudah menelepon ke pimpinanmu untuk menyerahkan berkas kasusnya, kasus begini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, apa lagi polisi seperti dipermainkan dengan pembunuh yang memberitahukan targetnya terlebih dahulu dan kali ini yang akan dibunuh adalah seorang anggota dewan lagi, tanggal dan waktunya adalah besok.”

“kalau begitu mudahkan sembunyikan saja anggota dewan yang akan dibunuh itu dan biri penjagaan ketat selama 24 jam.”

“hahaha, Akram, kalau pembunuh biasa mungkin itu berguna,lagi pula kau pikir kami ini bodoh tak memikirkan cara begitu, segala hal cara sudah pernah dilakukan, tapi “dia” selalu saja berhasil mendapatkan mangsanya.”

“Jadi apa yang harus kulakukan?, ikut mengawal anggota dewan itu?.”

“Tidak, soal itu serahkan saja pada anak buahmu, tugasmu adalah
menangkap penjahat itu, ia terlalu berbahaya jika dibiarkan, yang lebih berbahaya lagi saat ini mulai muncul pendukungnya dari berbagai belahan dunia, bayak yang mulai bersimpati dan merasa sejalan dengannya karena telah membunuh orang yang memang pantas untuk dibunuh.”

“ah, akan ku laksanakan.”

Setelah selesai membaca berkas-berkas tentang Black Buterfly, Akram menulis sebuah memo dan meyerahkannya ke Fadli lalu meninggalkan kantor hingga motornya berhenti disebuah toko bertuliskan TOKO SENJATA LILI, ia masuk kedalam toko itu, didalam seorang perempuan yakni penjaga toko itu menyambutnya dengan senyuman “Ah, kau rupanya, Senjatamu telah selesai kuperbaiki, kau mau mengambilnya?”

“Yah, terimakasih Lili.”

“Kenapa kau begitu lesu, bukankah polisi muda sepertimu seharusnya bersemangat, oh ia, senjatamu bagus sekali, pistol emas itu dipoles seikit saja langsung dapat digunakah dengan luar biasa, aku tak tahu kalau ada orang yang dapat membuat benda seindah itu, tapi untuk pelurunya aku cari dimanapun tak ada jenis yang sesuai dengannya, tapi jangan
kawatir secara khusus aku membuatnya untumu, sebentar kuambilkan.”

Lili masuk kepintu dibelakangnya dan kembali denganmembawa bungkusan, “ini pistolmu, memang belum ku uji coba, tapi kekuatan pistol ini jika dipadukan dengan peluru yang kubuat bahkan dapat membunuh seekor gajah, sebenarnya darimana kau mendapatkannya?.”

“entahlah.”

“yah, kalau kau tak mau memberitahukannya juga tak apa, tapi pasti sangat spesial karena terlihat dijaga begitu baik, oh ia, satu lagi, Pisau perakmu ini juga sudah kubuat mengkilat lagi, bahan dasar Pisau perak ini juga luar biasa, aku tak akan bertanya dari mana kau mendapatkannya karena kau pasti takmau menjawab lagi, hanya saja aku sengaja membuatkan sarung pisaunya, kuharap pisau itu tetap di sana dan tidak kau pakai.”

“Apa maksudmu Lili?.”

“entahlah, kau mau percaya atau tidak, tapi sebagai orang yang sudah lama bergelut dibidang ini, aku dapat merasakan nyawa dari setiap senjata dan aku mencium darah pekat yang tak dapat dibersihkan dari pisau itu berbeda dengan perasaan halus yang ku dapat dari pistolmu.”

“ . . .”

Langin malam ini warnanya hitam pekat, bulan bersembunyi dibalik awan hitam seakan takut akan sesuatu, lampu beberapa mobil patroli dibiarkan tetap menyala untuk membantu kewaspadaan para polisi yang tak dapat melihat dalam gelap, rumah besar milik pejabat pemerintah itu menjadi lebih ramai dari biasanya dimana-mana polisi bolak-balik untuk menjaga pemilik rumahnya, Akram terlihat sedang memberikan perintah pada beberapa anak buahnya “apa dengan begini cukup pak?” ucap Fadli.

“Entahlah, untuk menjaga seseorang tak mungkin semua unit dikerahkan, karena itu akan memberi peluang bagi penjahat lain ditempat yang berbeda beraksi, 30 orang saja kurasa sudah berlebihan, aku malah takut jika terlalu banyak orang sang pembunuh bisa saja menyusup dintaranya, toh kita masih belum tahu wujud si pelaku.”

“Tapi pak, apa cara yang anda fikirkan akan berhasil?” Tanya Neel.

Akram terdiam sejenak, “entahlah, jika perkiraanku benar seharusnya begitu, saat ini pun mungkin ia sedang menyaksikan kita dari suatu tempat, kita tinggal mengandalkan keberuntungan.

Jam sudah menunjukan pukul 21:00, jika sesuai dengan perjanjian seharusnya sang pelaku sudah datang, diruangan tengah semua polisi menjaga angota dewan itu dengan ketat, di ruangan yang berbeda keluarga anggota dewan juga dijaga dengan penuh pengawasan, detik demin detik mulai bertambah mata para polisi itu semaikin lama semakin tajam, disebelah ruang tengah Fadli dan Neel yang menjaga monitor menangkap bayangan lewat kamera yang dipasang ditaman, “semua bersiap” teriak Akram.

Terdengar suara kaca pecah, Fadli dan neel berlari keruangan tengah, meski sebagian lampu diruangan itu telah pecah namun fadli masih dapat melihat seseorang telah berhasil melukai semua polisi yang berjaga dan menusuk tepat di jantung anggota dewan itu “Tidak mungkin” ucapnya.
Fadli dan neel serentak mengarahkan pistol pada Black Buterfly, Balck buterfly lemparkan sesuatu ketembok, beberapa saat kemudian bagaikan sihir muncul gambar kupu-kupu yang dibuat dengan tinta hitam.

Dibalik cadarnya sang Black buterfly tersenyum, ia mengankat pisaunya, Fadli dan neel menarik pelatuk mereka namun pelurunya meleset, “Gerakannya terlalu cepat!”, Fadli dan Neel terjatuh, Black buterfly berlari hingga halaman belakang namun langkahnya terhenti, Akram dan pistolnya emasnya telah menunggu.

Awan hitam yang menutupi bulan sendari tadi mulai bergerak, sedikit sedikit cahaya mulai menerangi tempat itu, “kenapa kau berwajah pucat begitu?, apa kau kaget kalau yang kau bunuh ternyata hanya boneka lilin yang aku persiapkan, kau heran bukan kapan aku menggantinya, aku melakukannya sesaat sebelum kau tiba, sebuah pintu dibawah ruangan itu telah dipersiapkan untuk jalan lari sekarang anggota dewan itu mungkin sudah pergi dari tempat ini, yah hanya trik panggung biasa, tapi rupanya berhasil mengecoh pembunuh profesional sepertimu, meski aku masih tak mengerti bagai mana caramu melumpuhkan semua polisi yang berjaga”

Black buterfly mengacungkan pisaunya, Akram menembakan Pistolnya, Balck buterfly jatuh karena tembakan itu, pisau yang ia pakai untuk menahan tembakan terlempar, pisau itu berlubang!, akram berjalan hingga jaraknya dengan Black buterfly hanya satu kaki “Lili bilang peluru pistol ini dapat membunuh seekor gajah kupikir hanya becanda, kalau dilihat dari kondisimu sepertinya kaumemakai jakt antipeluru yang dirangkap dengan APD, jadi aku takperlu kawatir.”
Black buterfly terbatuk-batuk hingga cadarnya menjadi jauh lebih hitam, ia berdarah! “rupanya kau sudah menebak aku akan pergi lewat jalan ini ya” ucapnya.

“mudah saja orang sombong sepertimu yang mengirimkan surat ancaman biasanya muncul dari depan dan pergi secara diam-diam, aku hanya bertaruh dengan keberuntunganku.”
black buterfly membuka cadarnya “cih, alat pengubah suara ini mulai menggangguku.”

Rambut panjang dan wajah cantik dibalik cadar itu kini terlihat, angin yang datang mengusir awan hitam hingga membuat sang bulan leluasa menerangi bumi, “Wanita?”, gumam Akram.

Wajah cantik dibalik cadar dan nama Balck Buterfly itu mendadak menjadi lebih pucatdari sebelumnya saat memandang akram, matanya menjadi merah, ia memaksakan diri untuk berdiri dan memeluk Akram, “Rem, aku pikir kau sudah . . . .”, Gadis itu sambil menangis kembali menatap Akram.
Akram melepaskan pelukan gadis itu, “Apa maksudmu?, apa kau mengenaliku?”

“ini aku Resha, apa kau lupa?!”

Akram membalikan tubuh Resha dan mengikat kedua tangannya dengan borgol, “Entahlah, aku tak ingat apapun, yang kuingat saat ini aku adalah seorang polisi dan kau pembunuh.”

“APA MAKSUDMU TAK INGAT APAPUN?, POLISI?, PASTI MEREKA TELAH MENCUCI OTAKMU REM!.” Resha memekik.

“KALAU BEGITU KATAKAN SIAPA AKU!!” balas Akram.

Resha menjatuhkan dirinya dan duduk ditanah, airmatanya tak berhenti menetes, “kelihatannya kejadian itu telah membuatmu hilang ingatannya, kau juga lupa ya saat memutuskan untuk masuk Black buterfly, bahkan mungkin kau lupa kalau kau mencintaiku.”

Akram terdiam, jauh didalam dirinya ia merasa mengingat sesuatu tetang gadis ini, apa benar yang ia katakan?, lalu kenapa Black mengatakan aku adalah perwira polisi bernama Akram?, lalu siapa yang menjadi keluargaku searang?”

Resha masih terus menatap Akram, wajahnya berubah berseri saat melihat pistol yang digenggam Akram, “Jadi kau sudah menemukan pelurunya ya.”

“apa maksudmu?”

“fuh benar juga, kau kan lupa semuanya, pistol itu diberikan ayahmu yang seorang perwira polisi, namanya Akram, kau bisa melihat ukiran namanya didasar gagang senapan itu.”

Akram membalikan gagang senapannya, nama Akram memang terukir disana, “jadi Akram itu bukan Namaku?”

Resha tersenyum, “kau ini lucu, sekarang aku percaya kau memang hilang ingatan, tapi sifatmu tidak berubah, pistol itu juga masih kau jaga dengan baik, aku jadi ingat saat kau masuk organisasi Black buterfly kau ditertwakan orang-orang karena membawa-bawa pistol tak berpeluru”

“jadi Black buterfly adalah sebuah organisasi?”

“Kau juga lupa soal itu?, bukankah . .”

Terdengar suara tembakan, selongsong peluru mengarah pada Akram, akram berusaha menghindarinya tapi tangan kanannya terserempet, “apa temannya?” Akram berusaha menahantubuh agar tidak terjatuh, seseorang terlihat melompat dari atas pohon ketembok pagar rumah itu, Akram berusaha mengejarnya tapi ia terlalu cepat, Akram berbalik kembali tapi seseorang yang lain telah berdiri didekat resha, “DOOR” orang itu menarik kembali pistol yang ditempelkan didahi resha, resha terjatuh, orang itu mengambil sebuah tisu dan membersihkan mulut pistolnya.

“JANGAN BERGERAK” Akram mengarahkan pisolnya, tapi pria berambut panjang itu tetap santai membersihkan senapannya.

Suara serine Ambulan dan polisi mulai terdengar, “kenapa mereka selalu lambat”, pria yang menembak resha itu masih santai membersihkan senapannya, ia memasukan tisunya ke saku celana dan menggenggam sebuah pisau.

Akram menembak tangan Pria itu, tapi gerakannya terlalu cepat, sekejap saja dengan senyuman dan matanya yang mengerikan ia telah berada di depan akram, senyumannya melebar , ia mencabut pisau yang merobek perut Akram, “sejak kapan” ucap akram.

Fadli dan neel juga kepala polisi bersama bantuan berlari ketempat Akram, para polisi yang berjaga malam itu hanya mendapatkan luka ringan, Akram telah jatuh pingsan dengan pendarahan yang serius di perutnya, sementara saat tim medis memeriksa gadis yang ditemukan dibelakang rumah anggota dewan dipastikan telah meninggal dengan luka tembak dikepalanya.

Dua orang berpakaian hitam tampak menyusuri lorong sempit yang gelap, “Raye apa kau sudah tahu, Resha gagal melaksanakan tugas, ia telah di hapus” ucap salah seorang diantara mereka.

“ya, itu sudah jadi pembicaraan umum di organisasi, sebenarnya itu bukan hal yang buruk, persiapan sudah selesai sepenuhnya jadi kejadian ini tak akan menjadi gangguan.”

“Bukan begitu Raye, tapi apa kau tahu bahwa Apple yang telah membunuhnya?.”

“Apple?, hahaha, apa kau takut padanya hingga memanggilnya dengan nama sandi organisasi?, sejak awal kau terlalu polos Sona, atau kau mau ku panggil Banana!, cih, Master itu kenapa memberi kita nama sandi dari buah, kenapa bukan benda kotor dan mengerikan lainnya, masih saja ingin terlihat suci, padahal membunuh tetap saja membunuh, pemerintah akan mengangapnya kejahatan dengan alasan apapun.”

“kenapa bicaramu ngelantur sekali raye?, apa kau tidak tahut master mendengarnya?, lagi pula kau harus mengakui kalau Apple itu adalah Monster, aku percaya ia bukan manusia, kau ingat tidak waktu kejadian ada isu penyusup di dalam organisasi kita, ia mengumpulkan seluruh anggota organisasi yangjumlahnya puluhan ribu, menatap mata mereka satu persatu sampai akhirnya menemukan penyusup itu, ia dapat menemukan kebohongan pada mata manusia, tapi yang mengerikan lagi bukan hanya itu ia melakukannya dengan sangat cepat, benar-benar mengerikan.

“Apple, sebaiknya kita memang tak memiliki urusan dengannya, Resha yang malang, tapi sebenarnya apa yang harus ditakuti lagi toh setiap saat kita dihadapkan pada kematian, aku jadi mulai ragu pada yang kita lakukan saat ini, tapi . . kalau sudah masuk organisasi jalan keluar dari sini hanya kematian.”

“Mati ya, kalau soal itu aku jadi ingat, kudengar saat misi Resha itu salah seorang dari anggota kita yang bertugas ada yang melihat Rem.”
“Rem?! APA KAU YAKIN?” Raye memekik.

“i, ia, tapi itu hanya isu mungkin saja hanya salah lihat, jelas-jelas Rem telah mati setahun lebih yang lalu saat misi kita untuk menghancurkan sebuah gedung pemerintahan kan, waktu itu kita menyaksikan sendiri tubuh Rem meledak karena menyelamatkanmu.”

“benar, mana mungkin ia bangkit kembali, kalau pun ia artinya yang dilihat anggota organisasi itu adalah Hantu.”

“haha, kau ini mana mungkin, kita jadi mengingat-ingat masa lalu, itu tidak baik tapi kalau Rem masih ada, kurasa Apple jadi bukan apa-apa.”

Suasana mendadak menjadi sepi, kedua orang itu terus berjalan menelusuri lorong yang semakin lama semakin gelap hingga sona mulai memperbesar api lenteranya, sesekali sona mencoba untuk membuka pembicaraan tapi Raye terus terdiam terlihat memikirkan sesuatu.
Akhirnya mereka sampai didepan sebuah pintu besar, sona membuka pintu itu dengan hati-hati, masuk kedalam perlahan dan berjalan melewati orang-orang yang telah berkumpul disana sebelumnya, jumlah orang-orang yang berkumpul ditempat itu ada 10.000, tidak bahkan lebih banyak dari itu, merekaberdua tidak ikut dengan orang-orang yang berkerumun dibawah, namun terus menaiki tangga, saat menaiki tangga tatapan Raye tertuju pada pria berambut panjang diatas “Apple”, pandangan itu tak dilepaskannya hingga ia bergabung dengan orang-orang yang berada di atas, kurang lebih ada 15 orang ditambah sona dan raye bergabung menjadi 17 orang dan kesemuanya kini mengenakan topeng yang sangat aneh.

Didepan barisan 17 orang itu ada seorang pria, berbeda dengan yang lainnya pria itu tidak mengenakan pakaian hitam tapi putih, ia berdiri dan melambaikan tangan pada semua orang yang berada dibawahnya hingga semua orang bersorak, topeng yang digunakan oleh pria berpakaian putih itu berbeda lagi dengan yang dikenakan oleh 17 orang dibelakangnya, benar-benar topeng yang menjijikan seperti orang yang terkena bisul atau dipenuhi oleh borok.

Suasana menjadi hening kembali, setelah pria itu memberikan sebuah isyarat dan ia pun mulai berbicara “apa kalian tidak meraskan, setiap hari rasanya semakin sulit untuk bernafas, semaikn sedikit tempat untuk bernafas dengan bebas tanpa udara yang terkontaminasi karena ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab, kita semua berkumpul disini untuk misi suci, kita akan membuka gerbang menuju dunia baru, dunia yang hanya berisi orang-orang yang memang dibutuhkan oleh dunia, orang-orang yang sadar kan pentingnya dunia dan tidak merusaknya, kita semua adalah orang-orang terpilih itu, kita akan “hapuskan” semua yang tidak perlu dan membuat dunia kita yang jauh lebih baik.”

“ . . .”

“Jadi gadis itu sudah meninggal?” tanya akram.

Fadli mengangguk , “saya bersyukur anda selamat”

“yah aku sendiri juga kaget, kupikir aku sudah mati.”

Pintu kamar akram diketuk, Nell masuk kedalam kamar bersama pimpinan polisi dan jendral black, ayah dan ibu Akram mempersilahkan mereka duduk.

Black memohon maaf pada ayah dan ibu akram untuk keluar sebentar karena mereka akan membicarakan masalah kantor.

“kau baik-baik saja?” Tanya Black

“yah seperti yang bisa anda lihat, rumasakit ini membuatku benar-benar nyaman.” Jawab akram.

“maaf, tapi sepertinya tak perlu ada basa-basi lagi, lebih baik kita mulai saja pembicaraannya jendral.” Ucap pimpinan polisi.

Pimpinan polisi mengeluarkan sebuah bungkusan plastik “ini adalah barang yang dimiliki gadis yang terbunuh itu” ucapnya.

Akram membuka sarung tangan dan membuka bungkusan itu, isinya sebuah pisau yang berlubang dan botol tinta, ia memperhatikan botol tinta itu dengan seksama “botol tinta ini menarik, kalau begini siapapun bisa menjadi Black butterfly.”

“tepat sekali, aku ingin mendengarmu berpendapat seperti itu.” Ucap black

Kepala polisi mengerutkan keningnya melihat ekspresi Black yang tidak biasa “maaf jendral bukankah seharusnya anda tidak merasa senang?, jika masih ada Black butterfly lainnya diluar sana ditambah lagi orang yang melukai akram dan membunuh gadis itu semuanya menjadi bertambah rumit, apa lagi kita juga gagal melindungi anggota dewan itu.”

“jadi anggota dewan itu juga . . .” ucap akram

“ya, dia ditemukan tak bernyawa pagi ini oleh seorang pemuda di jalan dekat rumahnya, kalau dilihat dari jam kematiannya ia dibunuh saat melarikan diri tadi malam, polisi yang mengawalnya juga dilukai dan pingsan, sementara istri dan anaknya menghilang entah kemana.” Balas pak kepala dengan nada menyalahkan.

“oh ia akram apa kau tahu soal orang yang menyerangmu.”
Akram termenung menatap pisau berlubang ditangannya, “etahlah, aku tak tahu apa-apa, aku menghadang gadis itu dibelakang, tiba-tiba ada yang menembaku, aku berusaha mengejarnya tapi ia menghilang dengan cepat dan saat aku berbalik lagi gadis itu telah ditembak oleh seorang pria berambut panjang yang juga telah menusukku dengan pisau.”

“tapi kenapa pria itu membunuh Black butterfly, apa ia mengenalnya?” Tanya kepala polisi.

“maaf, tapi aku benar-benar tidak tahu.” Akram menunduk, ia tak bisa mengatakan soal Black butterfly adalah organisasi juga bahwa gadis itu mengenalnya, rasanya masih sulit mempercayai siapapun saat ini, ia sendiri yang harus mencari kebenarannya.

Setelah satu minggu akhirnya Akram diperbolehkan keluar dari rumah sakit dan sehari setelahnya ia kembali masuk ke kantor, Fika mengetuk pintu Akram dan mengatakan bahwa ia di panggil oleh kepala polisi

“setelah kejadian kemarin untuk sementara ini aku tidak akan mengirimmu pada tugas yang berat”, ucap kepala polisi, ia mengambil dua buah berkas dan memberikannya pada Akram, “Karena mudah tugas ini tadinya akan ku berikan pada perwira yang lain, namun Black mempunyai ide menarik untuk mengusut kasus ini dan ide Black ini punya syarat, dan syarat itu hanya kau yang memiliki.”

“maksud anda?”

“dalam berkas besar itu ada tiket, ijasah, seragam SMU dan semua keperluanmu untuk sekolah, sedangkan berkas kecil adalah data-data kasus yang harus kau selesaikan anggaplah ini sebagai liburan.”

Akram mengerutkan keningnya, “maksud anda saya harus . . . menjadi anak SMU?”

Kepala polisi tersenyum.

Kupu-kupu Hitam Bagian 3 - Kasus pertama

“Hari ini kau mulai masuk SMU ya yella?”, Ucap Akram.

“ia ka, kakak juga mulai kerja kan?, hati-hati ya, oh ia ka jangan lupa ya, akhir minggu ada pertemuan orang tua atau wali murid, ayah dan ibu tak bisa datang pokonya kakak mesti datang ya!” Yella mengucap salam sambil meraih tas soren dan pergi.

Akram memandangi kedua orang tuanya dan tersenyum, “aku juga berangkat.”

Langit hari ini agak mendung, Akram memacu motornya agar ia segera sampai di kantor sebelum hujan turun, Kantor tempat Akram bertugas adalah kantor kepolisian pusat negara Alfa yang terletak di pulau utamanya yaitu Beta, sekilas saja Alfa adalah sebuah negara yang dilewati garis katulistiwa, negara kepulawan yang memiliki 4 pulau besar dan beberapa pulau kecil, benar benar negara yang indah dan makmur jika saja tak ada tangan-tangan yang merusaknya.

Sesampainya dikantor seorang detektif polisi sudah berada diruangannya, “Nama saya Fadli pak” ucap detektif polisi itu, “maaf seperti mendadak, namun ada sesuatu yang harus saya sampaikan.”

Akram memandangi Pria didepannya itu, “ah, Ada kasus penculikan ya, kau pasti lelah karena sudah berlari-lari di pantai semalaman ”

Wajah Fadli membiru “bagai mana anda bisa tahu?”

Akram duduk di kursinya dan merapihkan beberapa berkas, “hanya deduksi sederhana temanku, dari wajahmu aku bisa menebak kau sedang dalam sebuah permasalahan yang belum ada jalan keluarnya, dan foto anak kecil yang kau pegang menjawab apa masalahmu itu.”

“tapi bagai mana anda bisa tahu saya di pantai semalaman?.”

Akram tersenyum, “pasir laut dipintu masuk, cekungan hitam dimatamu dan aku juga melihat motor yang bannya dipenuhi pasir motor di parkiran, itu motormu kan, resepsionis didepan yang bilang tidak bisanya begitu, lagi pula dari pakainmu yang kusut dan lipatan celanamu yang kotor juga menunjukan kau tidak sempat pulang untuk berganti, dan hal itu akan menuju ke pertanyaan kenapa kau tidak pulang yang kalau dihubungkan dengan hal pasir, motor dan kasus mu artinya kau ada dipantai yang berpasir semalaman karena berharap menemukan petunjuk disana.”

Fadli terdiam sejenak mendengarkan penuturan Akram lalu mulai bicara “ah, anda berbicara seolah mengetahui semua yang akan saya katakan, sekarang saya jadi tak tahu harus bicara apa.”

“ceritakan lah kasusnya”

“ah, benar”, dengan sedikit canggung Fadli membuka-buka catatan di yang ia genggam sendari tadi, “beberapa hari yang lalu dikantor kepolisian ini datang seorang ibu yang memberikan laporan kehilangan anaknya yang bernama Shanti Apriliana, ibunya kehilangan Shanti setelah Shanti pulang sekolah di TK saat itu ibunya memang terlambat menjemputnya, hari itu ibu Shanti sudah mencoba menghubungi teman-teman dan guru Shanti namun tak satupun yang tahu dimana Shanti.”

“Bagaimana dengan Ayah Shanti?.”

“Kedua orang tua Shanti telah lama bercerai, kami juga menduga sebelumnya mungkin shanti dibawa oleh ayahnya, namun saat itu ayah shanti sedang berada di luar pulau untuk menjalankan bisnisnya dan sudah di konfirmasi oleh pihak disana, jadi tidak mungkin kalau ayah shanti yang melakukannya.”

“ah, lalu apa memang tak ada saksi?”

“tentu, setelah saya dan beberapa anggota kepolisian menyelidiknya seorang pedagang Es krim di TK ternyata di hari hilangnya Shanti melihat Shanti dibawa oleh seorang pria, dia ingat betul kalau gadis itu adalah Shanti karena sebelumnya Shanti membeli dagangannya dan mengatakan “Shanti mau maen ke pantai sama bapak itu.”

“tentu bukan karena itukan kau mencari Shanti di pantai” ucap Akram.

“ah itu anu, yah tentu” fadli menaruh sebuah kertas dimeja, “ini adalah pesan yang ditulis oleh Shanti dan sudah dapat dipastikan, pesan ini dikirim beberapa hari yang lalu yang anehnya bukan ke rumah Shanti tapi Pesan ini dimasukan lewat sela-sela pintu Ruang kepala sekolah di TK.”

Akram mengambil kertas itu dan membacanya.

“mamah tolong shanti, shanti gak mau makan itu lagi, shanti mau pulang, shanti kan bisa sakit kalau kebanyakan, mamah, Jemput shanti mah di pantai utara jalan cosmos no 17 jam 16:00 sambil bawa 50 juta buat om ini.”

“kelihatannya dia dipaksa untuk menulisnya” ucap fadli dengan nada gusar, “karena hal itu aku dan beberapa rekanku mengikuti Ibu shanti di jam yang ditentukan, namun kami ketahuan oleh sang penculik dan transaksi itu gagal, keberadaan sandra membuat kami kesulitan untuk bergerak hingga penculiknya kabur, semalaman kami mengejar sang penculik namun tak berhasil menemukan jejaknya.”

“Ah, sebelumnya boleh ku tanya satu hal?”
“ah, ia tentu pak, kenapa?.”
“kau kenapa begitu canggung denganku?.”
“Ah, tidak pak, eh ia, saya sudah mendengar desas-desus tentang anda, disebut-sebut jenius yang lulus ujian kepolisian diusia 15 tahun, menjadi inspektur termuda sepanjang sejarah, tahu anda akan di pekerjakan di kantor ini saya sangat senang, Jendral Black saja sampai merekomendasikan untuk mengkosultasikan berbagai masalah rumit pada anda, bagai mana bisa saya tidak canggung bertemu orang hebat seperti anda, sejujurnya bahkan saya merasa iri, ah . . . maafkan kelancangan saya pak berbicara begini.”

Akram tersenyum, “ jangan begitu, bagaimanapun dari segi usia kau lebih tua dariku, lagipula justru aku yang seharusnya iri denganmu, kau masih bisa mengingat masa lalu dan benar-benar ingat dengan orang-orang yang kau sayangi.”


“ah, aku benar-benar minta maaf pak.” Respon Fadli.

“tidak perlu begitu, oh ia, siapa lagi yang ikut penyelidikan ini?.”


“ah, yang ikut ada Neil, dia ada diruangannya, kalau bapak mau saya bisa panggilkan.”


“ah, tentu, kita pasti membutuhkan tenaganya, bersiaplah sebaiknya kita segera berangkat.”


“berangkat?”


“tentu, anak kecil itu pasti sekarang sedang menagis karena sadar telah diculik, jangan biarkan terlalu lama psikologisnya bisa terganggu, ayo kita jemput.”


“jadi, anda sudah tahu siapa pelakunya?” tanya Fadli ragu.


“menurutmu?”

 

*****


“dia itu benar-benar luar biasa, pantas saja 15 tahun sudah masuk kepolisian.” Ucap fadli yang sedang mengobrol dengan beberapa orang polisi dikantor.

“Jadi begitu mendengar ceritamu ia segera tahu kalau penculiknya adalah pedagang eskrim itu?.”

“Ia Fika, seharusnya aku juga menyadarinya sejak awal yang dilakukan penculik terlalu sesuai dengan keterangan saksi, Akram bilang kalau kita menempatkan diri kita menjadi penculik tentu akan berusaha menyamarkan informasi agar sulit ditemukan tapi ini berlawanan yang seolah ingin menegaskan bahwa sang anak itu telah diculik dan dibawa lari oleh seseorang” jawab fadli.

“benar, kalau jadi penculiknya aku juga akan lebih dulu mencari rumah yang kita culik terlebih dahulu sebelum menculik seseorang bahkan beberapa penculik menyelidiki nomor telepon rumah dan HP keluarga korban terlebih dahulu, tapi penculik yang kali ini malah mengirimnya ke kantor kepala sekolah yang seharusnya kita sadar lebih awal bahwa hal itu menegaskan bahwa penculiknya adalah orang yang hapal dengan kondisi sekolah” ucap Neel.

Seorang pria gemuk menggeser kursinya dan ikut berunding “kelihatannya menarik, lalu apa setelah itu kalian pergi kerumah tersangka untuk menangkapnya?”
‘tidak bob, bukan kerumah tersangka, awalnya aku juga berfikir kita akan pergi kesana, tapi nyatanya aku dan Neel malah dibawa kembali ke pantai tempat aku dan sang penculik kejar-kejaran sebelumnya” jawab Fadli.

seisi ruangn mendadak sepi, semua polisi disana yang tadinya sedang bekerja di meja masing-masing mendekat dan ikut memikirkan langkah yang dilakukan Akram.

“kenapa ke pantai lagi?, bukankah kau sudah mencarinya disana semalaman?” tanya Fika tak sabar.

“ia, memang begitu, seharusnya begitu, tapi coba kembali fikirkan dari awal, semuanya terlihat tidak terkonsep dengan rapih, Penculik ini mungkin sebenarnya pada awalnya tidak berniat menculik, atau baru pertama kali melakukan penculikan saat aku bertanya soal ini pada akram ia menjawab begini ‘kau tahu berbohong itu lebih sulit dari yang kau bayangkan, orang yang tidak biasa berbohong akan kelihatan sat ia tidak jujur, begitu juga berbuat jahat tidak semudah yang kau bayangkan’, dia menjelaskan bahwa sang penculik pasti sudah dekat dengan sang anak karena menyuruh anak menulis sama sulitnya dengan menyuruhnya untuk diam, dan artinya saat itu sang anak masih merasa aman, namun setelah kejadian di pantai sang penculik membawanya berlari dari ibunya, saat itu kondisi psikologis anak spontan akan berubah menjadi tanda bahaya, ia telah sadar bahwa ada yang salah, dan akan mulai menangis juga meronta, setelah itu Akram bekata begini ‘nah Fadli menurutmu apa dengan kondisi seperti itu sang penculik dapat membawanya kemana-mana, apa lagi disaat itu tahu bahwa ada dua orang polisi yang mengejarnya, dan kalaupun ia nekad pergi dari tempat ini kau akan tahu tempat bertanya sesampainya disana’.”

Seorang polisi muda dengan gayanya yang angkuh mulai bicara, “Tapi fadli bisa saja kan setelah kau dan Neel pergi sang penculik yang sudah merasa aman itu juga ikut pergi”

“Benar kata ferdi, bagai mana ia bisa merasa yakin sang penculik masih di daerah sana?”

Fadli terlihat kebingungan menjawabnya, “biar aku saja yang menjelaskan” ucap Neel, “kita sebagai polisi sering kali mengedepankan logika sebagai panutan utama tanpa memperhitungkan keadaan atau kondisi kejiwaan pelaku maupun korban, coba ingat lagi dari awal sampai akhir, sang pelaku masih amatir, apa kau ingat saat pertama kali kau melakukan kesalahan yang baru dalam hidupmu, kau akan merasa katakutan bahkan bertemu dengan orang yang tidak kau kenali, saat dipandangi oleh orang lain seolah mereka mengetahui perbuatan burukmu.”

“ya begitulah kira-kira jawabannya seperti yang dikatakan Neel, lagi pula saat mencari pelaku kami berdua dalam keadaan panik juga tidak dapat berfikir tenang, padahal itulah yang diperlukan, sesampainya dipantai akram langsung menuju tempat beberapa nelayan berkumpul dan bertanya apakah ada perahu yang hilang?, ternyata benar saja ada, segera setelah itu aku menghubungi pengawas terdekat dan meminjam perahu boot sementara akram masih bertanya-tanya pada beberpa nelayan. Kalian tahu rupanya hal yang Akram tanyakan ketika aku pergi ke ketempat pengawas adalah kondisi laut dan angin, dia benar benar seperti navigator handal waktu itu dan kami bisa menemukan perahu nelayan yang hilang itu tanpa kesulitan, perahunya mengambang tak jauh beberapa kilometer dari pantai dan tentu saja dengan sang penculik juga sang anak dalam kondisi yang menghawatirkan meski selamat, dan saat itu tenaga nell yang besar benar-benar berguna,.”

“hahahaha, bisa saja kau Fadli, kalau saja bisa mengikat perahu itu pada perahu boot aku tak akan mau mendayung sampai pantai, tapi pengemudi perahu boot itu bilang kalau melakukannya perahu bisa terbalik karena ukurannya yang tidak seimbang.”

“jadi dia memikirkannya sampai disitu . .” ucap Bob.

Ruangan seketika hening, pria bernama Ferdi mengambil sebuah koran dan meletakannya di meja Fadli, “kalau ia dapat menangkap orang ini baru aku akan mengakui kehebatannya.”

Fadli mengambil koran itu, ia mulai membaca artikel paling depan yang dicetak dengan ukuran huruf yang besar dan tinta yang tebal “BLACK BUTERFLY PEMBUNUH ITU TELAH KEMBALI” pembunuh yang mengaku diri membunuh demi kebebasan dan kebaikan rakyat setelah 1 tahun lebih menghilang kembali beraksi, korban adalah seorang Dewan Rakyat yang telah disinyalir melakukan korupsi, namun pembunuhan tetaplah pembunuhan, polisi berjanji akan menangkap pelakunya, polisi juga telah mengkonfirmasi keabsahan mengenai black buterfly itu, pembunuh itu memang benar Balck buterfly seperti tingkahnya yang sebelumnya selalu mengirimkan surat ancaman sehari sebelumnya dan ‘benda’ yang selalu ia tinggalkan GAMBAR KUPU-KUPU HITAM DI TEMBOK.”

“pembunuh itu muncul pertama kali muncul di tahun 1999 saat seorang peramal bernama Black mengumumkan bahwa akan datang pembawa kehancuran di tahun itu, tentu saja ramalan itu hanya dianggap sebagai pencarian sensasi belaka, lalu sampai di tahun 2007 ia masih melakukan aksinyamembunuh para korban yang ia anggap bersalah hingga akhirnya menghilang.” Ucap bob.

Fika mulai angkat bicara “tunggu peramal itu bernama Black kan?, apa mungkin ia mengumumkan itu karena mengakui bahwa dirinyalah sang pembawa kehancuran?, dan artinya dia lah . . .”

“ ayolah Fika kalau soal nama kan banyak yang bernama balck, itu kan hanya nama samaran si pembunuh, jendral kita juga Black kan.” Tegas elena.

Nell mengambil koran dari fadli, “yah, kalau aku sih lebih tertarik dengan apa yang pembunuh ini lakukan selama satu tahun.”

“haha ada kan yang menghilang selama satu tahun lebih lalu muncul lagi dengan hilang ingatan pula, ironisnya, waktu hilang dan munculan bisa sama.” balas Ferdi

“maksudmu Akram?”tanya elena

“apa maksudmu berkata begitu” Fadli memekik.

Bob mengerutkan keninngnya, “hei-hei, pembicaraan ini mulai jadi mengarah pada hayalan kalian dan hanya menjadi obrolan yang tak berguna, sebaiknya kembali bekerja dan melakukan tugas masing-masing.

Kupu-kupu hitam bagian 2

“Apa kau yakin ia kehilangan ingatannya?” ucap seorang pria bertubuh tegap berseragam hijau kepada pria yang tubuhnya tertutup kegelapan jeruji besi didepannya.

“Aku yakin sekali” Tegas pria dibalik jeruji itu.

Pria berseragam hijau itu tersenyum, “kalau begitu aku akan mengabulkan keinginanmu” ucapnya.

Pria berseragam itu berbisik sesuatu lalu bergegas keluar, suara caci-maki terdengar tiap kali ia melewati ruangan penjara yang berpenghuni, sesampainya diluar ia menuju meja dimana dua orang berseragam lainnya sedang mengobrol, kedua orang itu terliahat kaget dan menghormat, “habisi” ucap pria berseragam hijau sebelumnya, kedua orang itu menganguk dan berlari menuju ruang tahanan.

Pria berseragam hijau itu tertawa penuh kemenangan, ia berjalan menuju Porsche Carrera 911 kesayangannya, “Black” begitulah nama yang tertulis di papan yang terpasang didada kanannya, lencana-lencana dan berbagai penghargaan di baju hijau kebanggaannya begitu serasa menyala saat ia menaiki mobil “cantik” itu fikirnya.

Black berhenti Rumah sakit As’syifa, ia langsung menuju ke kamar no 4 di ruang VIV, 2 orang berseragam polisi terlihat sedang menjaga pintu kamar itu, mereka menghormat ketika black datang, Black mengangukan kepala dan masuk kedalam ruangan.

Didalam kamar hanya ada seorang pemuda yang terlihat begitu kebingungan, saat black mendekat pemuda itu terus menatapnya, Black tersenyum penuh kemenangan.

“kau siapa?” tanya sang pemuda.

“Aku Black, Jendral divisi angkatan darat negara, apa kau lupa Akram?”
Pemuda yang dipanggil Akram itu memegangi wajahnya, “entahlah, aku lupa semuanya, yang kuingat hampir dua tahun ini aku tinggal dengan sebuah keluarga dan diberi nama April.”

Black tersenyum, ia mengambil sebuah bungkusan dari tasnya, “ini milikmu kan.”

Akram membuka bungkusan itu, seperti yang ia fikirkan isinya sebuah pistol emas dan pisau perak berkarat, Akram menunduk menatap pilu, “apa ini benar milikku?.”

“Bukankah itu senjata kebangganmu?”

“kebanggaan”, Akram memekik, “pistol tak berpeluru dan pisau berkarat, apa yang bisa ku perbuat dengan beda begini!”, Tangan akram Terangkat dan memegangi kerah Black “
sebenarnya aku ini siapa?, kalau memang aku perwira kepolisian seperti yang dikatakan orang yang datang kemari sebelumnya, lalu kenapa aku hanya punya benda yang bahkan tak dapat menolong orang yang kusayangi?, kenapa aku begitu ketakutan saat itu?, kenapa aku begitu lemah?, kenapa sedikitpun aku tak bisa mengingatnya?!”

Suasana hening sejenak, dua orang polisi yang berjaga bergegas masuk karena mendengar teriakan Akram, Akram masih tak melepaskan tangannya dari kerah baju Black, air mata mulai mengalir ke pipinya, tangannya gemetaran, kakinya yang masih begitu lemas tak mampu menahan berat tubuhnya, ia terjatuh dan meratap di lantai.

Black memegangi bahu Akram, “ aku tak tahu apa yang telah kau alami, kau hanya perlu mencoba lebih mengingatnya lagi, kemampuanmu pasti akan kembali, tapi lebih daripada itu keluargamu pasti ingin bertemu denganmu.”

Akram memandangi wajah Black “ke-lua-arg-a-ku?” ucapnya terbata-bata.
“tentu saja , kau masih memiliki seorang ayah, ibu dan Yella.”

. . . .”Yella?, dia . . .”

“Adikmu”

“adik?”

Akram membereskan beberapa barangnya dan bergegas menuruni tangga untuk mencapai lantai dasar, sepasang suami istri dan seorang gadis remaja tersenyum saat ia sampai, Black mengangguk saat Akram menatapnya.

Ayah, Ibu maupun Adik akram langsung memeluknya saat ia mendekat, entah perasaan apa yang ia rasakan saat ini, senang ataupun sedih. Meski ia tak mengingat apapun, tapi ia merasakan kehangatan saat dipeluk dan disambut dengan isak tangis yang mereka sebut “keluarga”. Ia terlalu lelah, terlalu lelah untuk membandingkan apa ini nyata atau palsu, benar atau bohong, atau ia yang saat ini hanya ingin percaya.

Kupu-kupu hitam bagian 1

Tiba-tiba saja kusadari telah berlari dengan kelelahan dan nafas terengah-engah di lorong sempit yang gelap, yang aku tidak mengerti sebenarnya aku ini lari dari apa?, kenapa aku berlari?, apa yang sebenarnya mengejarku?, namun aku tahu pasti, aku harus lari agar bertahan hidup agar selamat.

Langkahku semakin berat dan melambat karena kelelahan, akhirnya aku tiba diujung lorong itu, cahaya dari arah depan menyilaukan mata dan membuatku terjatuh, mengaduh kesakitan. Aku membuka mata ketika seekor kupu-kupu hitam baru saja muncul dari lorong, apa ia yang mengejarku, kenapa aku begitu takut??, kupu-kupu hitam itu mendekatiku, ia berubah menjadi besar, mulutnya gerak kekanan-kekiri komat-kamit  seakan ingin menelanku bulat-bulat. Aku membuka mulut mencoba berteriak, namun satu katapun tak mau keluar, mulutku seperti disumpal gumpalan kain yang besar.
 

Kurasakan keringat mengucur hampir dari seluruh bagian tubuhku, butuh waktu beberapa detik bagiku untuk menyadari kalau aku baru saja terbangun dari mimpi buruk. Aku melirik pria tua yang saat ini memandangiku dengan aneh, pak tua itu lebih mendekat seakan mencoba melihat isi hatiku "bagaimana kau bisa terdampar di hulu sungai?", ucap pria tua itu.

Seorang gadis yang terlihat agak ceroboh dan canggung muncul dari balik dengan membawa nampan berisi gelas dan mangkuk, "kakek!, jangan banyak tanya dulu dong, dia kan baru sadar" gadis itu mendekatiku dan sambil menyodorkan mangkuk "kau harus makan bubur ini agar cepat sembuh."

Gadis itu menyuapiku dengan penuh perasaan aku tak ambil pusing meski tak mengenalnya, kebaikannya membuat hatiku begitu tentram. setelah bubur di mangkuk itu habis sang gadis tersenyum, ia mulai menanyakan pertnyaan yang tadi dilontarkan oleh pak tua.

Aku meneguk gelas di air sampai habis sambil mengingat2 jawaban yang seharusnya aku berikan, tapi saat aku mencarinya kememori yang terdalam pun aku tak menemukannya, "aku siapa?" aku bergumam sambil memukul2 kepalaku, gadis tu berusaha menenangkanku, setelah itu ia berlari keluar ruangan sambil berteriak memanggil kakeknya.

Beberapa menit kemudian sang gadis kembali dengan pak tua dan seseorang yang berpakaian serba putih, dari stetoskop yang ia pakai aku tahu ia seorang dokter, ia mengatakan mungkin benturan keras dikepalaku yang menyebabkan aku amnesia.

setelah hari itu aku tinggal bersama kedua orang yang menolongku itu, meski tak mengenalku mereka memperlakukanku dengan baik, Evi gadis yang menolongku itu hanya memiliki seorang kakek, sehingga ia kehadiranku seperti memberi kehangatan lain untuknya.

Sudah setahun lebih berlalu saat ini aku membantu Kakek Evi di ladang sementara Evi bersekolah, identitasku dirahasiahkan, atau mungkin karna aku memang tidak tahu, namun semua orang mengenalku dengan sebutan April, saudara sepupu Evi dari kota. Kebohongan itu dibuat Evi agar warga tak cemas dengan kehadiran orang asing sepertiku, nama April seenaknya diberikan Evi padaku hanya karena aku ditemukan dibulan itu, padahal sudah ku protes karena mirip dengan nama anak perempuan.

Kadang aku memikirkan lagi semuanya, disini begitu hangat, mungkin ada baiknya jika ingatanku tak pernah kembali, karena saat itu terjadi mungkin aku malah kan meninggalkan mereka. Itu yang aku percaya, tanpa tahu, kalau kejadian kelam berikutnya akan segera datang, masih banyak badai setelah lautan tenang.

Malam itu baru saja memejamkan mata kakek memanggiku, aku keluar dari kamar, suara di luar begitu bising, seperti orang lari dengan kepanikan luar biasa. "ada apa kek" tanyaku.

Kakek memberikan sebuah bungkusan padaku dengan wajah ketakutan, "kau harus segera pergi dari sini!, desa sebelah sedang diserang oleh grombolan pencuri dan pembunuh, mungkin mereka juga akan kemari, oh ia isi bungkusan itu adalah benda yang kau bawa saat kutemukan, mungkin bisa menjadi petunjuk ingatan masa lalumu."

"Tapi bagaimana dengan kalian" ucapku.

"Cepat pergi!!!, tempat ini satu-satunya tempat tinggal kami." Evi memekik.

melihat mereka aku benar-benar kebingungan, aku berlari sesuai petunjuk mereka lewat pintu belakang, dari kejauhan aku melihat kakek dan evi keluar sambil membawa alat pukul seadanya.

Setelah berlari cukup jauh akhirnya mataku terbuka, apa yang kupikirkan?, kenapa aku harus lari?, aku menghentikan langkahku dan bergegas kembali ke desa, desa yang selama ini telah memberiku kehidupan selama satu tahun lebih, juga desa dimana aku mendapatkan "keluargaku" yang baru, desa itu juga desaku.

akhirnya aku tiba di tempat yang baru saja ku tinggalkan, tapi tempat itu kini bak di telan oleh angin topan yang dahsyat, begitu hancur, aku berlari kereruntuhan rumah kakek dan evi, mencoba mencari mereka sambil berharap dapat menemukannya dalam keadaan hidup.

Dibalik reruntuhan batu aku melihat tangan yang terhimpit, dari kain yang terlihat aku yakin kalau itu kakek, aku berlari kearahnya dan menggeser batu itu sekuat tenaga.

"syukurlah kek, apa kau.... akh..." bukan, itu bukan kakek, itu hanya tangan tanpa tubuh yang berlumuran darah, tubuhku jatuh karena lemas, aku memandangi benda mengerikan itu, apa yang sebenarnya terjadi?.

aku berlari ke berbagai tempat mencoba mencari Evi, dari arah lapangan terdengar suara bising, mungkinkah Evi disana?.

sesampainya dilapangan bukan hanya Evi yang kutemukan tapi juga orang-orang gila yang sedang bermandikan darah para penduduk desa, mereka melihatku dengan tatapan mengerikan seperti binatang buas yang kelaparan.

Evi meneriakiku untuk pergi, tapi aku terlanjur dilihat mereka, tubuhku juga kaku, bungkusan ditanganku jatuh disusul badanku, seorang pria besar mendekatiku "biarkan saja dia" ucap seorang pria yang memakai topeng diwajahnya, "dia sudah terlambat untuk dikorbankan, darahnya hanya akan merusak upacara pengorbanan" tambahnya.

Pria bertubuh besar itu meninggalkanku, aku melirik kearah Evi yang terikat bersama beberapa warga lainya yang masih hidup, seorang warga ditarik oleh pria besar yang terus menjulurkan lidahnya membunuhnya dan melemparkan mayatnya pada tumpukan mayat sebelumnya.

seorang pria yang begitu besar bak raksasa berjalan mendekati mayat-mayat itu, "kakak aku lapar" ucapnya.

"kau boleh memakan semuanya" ucap sang pria bertopeng.

Air liur yang menetes-netes dari pria gendut itu benar-benar menjijikan, satu demi satu ia memakan mayat-mayat itu, benar-benar mengerikan, mereka itu.... bukan manusia.

Perutku terasa mual melihat semua ini, bungkusan didepanku terbuka karena angin, didalamnya terdapat sebuah pistol emas dan pisau perak berkarat, apa benar ini milikku?, apa aku bisa menggunakan benda ini?.

Wajah Evi terlihat begitu ketakutan, hal yang paling ku takutkan terjadi, evi dtarik ketengah lapangan, "April lari!!!!" teriaknya.

ia masih memikirkanku disaat begini?. tapi aku malah lari, apa yang ku fikirkan?, aku mengambil pistol, mengarahkan pada monster-moster keji itu dan "....?"

aku telah menarik pelakuknya?, namun tak ada satupun peluru yang keluar, "kosong?" hantaman keras menimpaku dari belakang "mengagetkan saja" ucap pria dibelakangku.

meski tubuhku roboh karena pria itu, meski mataku tertutup aku masih sadar saat pria yang juga memukulku menginjak-nginjak tubuhku, aku juga masih dapat mendengar suara pria bertopeng yang menyuruh pria yang memukulku berhenti, namun dari tadi sebenarnya aku mencari2 suaranya, kenapa aku tak dapat mendengarnya?, mendadak kepalaku pusing, rasanya semakin sunyi, aku mulai tak mendengar apapun dan mengantuk.